Galeri

[ Makalah ] Pengaruh HIV/AIDS Terhadap Sistem Kekebalan Tubuh Manusia


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Kita semua mungkin sudah banyak mendengar cerita-cerita yang menyeramkan tentang HIV/AIDS. Penyebaran AIDS itu berlangsung secara cepat dan mungkin sekarang sudah ada disekitar kita. Sampai sekarang belum ada obat yang bisa menyembuhkan AIDS,bahkan penyakit yang saat ini belum bisa dicegah dengan vaksin.

Acquired Immune Deficiency Syndrome atau yang lebih dikenal dengan dengan “AIDS”  adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus HIV yaitu: H = Human (manusia), I = Immuno deficiency (berkurangnya kekebalan), V = Virus. Maka dapat dikatakan HIV adalah virus yang menyerang dan merusak sel kekebalan tubuh manusia sehingga tubuh kehilangan daya tahan dan mudah terserang berbagai penyakit antara lain TBC, diare, sakit kulit, dll. Kumpulan gejala penyakit yang menyerang tubuh kita itulah yang disebut AIDS. Maka, selama bertahun-tahun orang dapat terinfeksi HIV sebelum akhirnya mengidap AIDS.

Namun penyakit yang paling sering ditemukan pada penderita AIDS adalah sejenis radang paru-paru yang langka, yang dikenal dengan nama pneumocystis carinii pneumonia (PCP), dan sejenis kanker kulit yang langka yaitu kaposi’s sarcoma (KS). Biasanya penyakit ini baru muncul dua sampai tiga tahun setelah penderita didiagnosis mengidap AIDS. Seseorang yang telah terinfeksi HIV belum tentu terlihat sakit. Secara fisik dia akan sama dengan orang yang tidak terinfeksi HIV. Oleh karena itu 90% dari pengidap AIDS tidak menyadari bahwa mereka telah tertular virus AIDS, yaitu HIV karena masa inkubasi penyakit ini termasuk lama dan itulah sebabnya mengapa penyakit ini sangat cepat tertular dari satu orang ke orang lain. Masa inkubasi adalah periode atau masa dari saat penyebab penyakit masuk ke dalam tubuh (saat penularan) sampai timbulnya penyakit.

 

1.2. Rumusan Masalah

1.2.1.   Apa itu HIV/AIDS ?

1.2.2.   Bagaimana sejarah singkat ditemukannya HIV/AIDS ?

1.2.3.   Apa yang menyebabkan seseorang terinfeksi  HIV/AIDS ?

1.2.4.   Bagaimana cara penularan HIV/AIDS ?

1.2.5.   Apa gejala-gejala orang yang mengidap penyakit HIV/AIDS ?

1.2.6.   Bagaimana cara penanganan terhadap orang yang sudah terjangkit HIV/AIDS ?

1.2.7.   Bagaimana cara pencegahan agar tidak tertular HIV/AIDS ?

 

1.3. Tujuan Penulisan

1.3.1.    Mengetahui pengertian HIV/AIDS.

1.3.2.    Mengetahui sejarah ditemukannya HIV/AIDS.

1.3.3.    Memahami penyebab seseorang terinfeksi  HIV/AIDS.

1.3.4.    Memahami cara penularan HIV/AIDS.

1.3.5.    Menganalisis gejala-gejala orang yang mengidap  HIV/AIDS.

1.3.6.   Memahami cara menangani orang yang sudah terjangkit HIV/AIDS.

1.3.7.   Memahami cara mencegah penularan HIV/AIDS.

1.4. Manfaat Penulisan

1.4.1.    Memberikan informasi kepada pembaca tentang pengertian, penyebab, penularan, pencegahan dan penanganan HIV/AIDS.

1.5. Metode Penulisan

Makalah ini disusun dengan menggunakan metode pustaka yaitu metode pengumpulan data dengan cara mengutip sumber-sumber tertulis.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian HIV/AIDS

HIV adalah singkatan dari, H = Human (manusia), I = Immuno deficiency (berkurangnya kekebalan), V = Virus. Maka dapat dikatakan HIV adalah virus yang menyerang dan merusak sel kekebalan tubuh manusia sehingga tubuh kehilangan daya tahan dan mudah terserang berbagai penyakit antara lain TBC, diare, sakit kulit, dll.

Acquired Immune Deficiency Syndrome atau yang lebih dikenal dengan dengan AIDS adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus HIV yang menyebabkan tubuh mudah terserang berbagai penyakit. Kumpulan gejala penyakit yang menyerang tubuh kita itulah yang disebut AIDS, yaitu: A = Acquired (didapat), I = Immune (kekebalan tubuh), D = Deficiency (kekurangan), S = Syndrome (gejala). Maka, selama bertahun-tahun orang dapat terinfeksi HIVsebelum akhirnya mengidap AIDS. Namun penyakit yang paling sering ditemukan pada penderita AIDS adalah sejenis radang paru-paru yang langka, yang dikenal dengan nama pneumocystis carinii pneumonia (PCP), dan sejenis kanker kulit yang langka yaitu

Kaposi’s sarcoma (KS). Jadi, AIDS berarti kumpulan gejala akibat kekurangan atau kelemahan system kekebalan tubuh yang dibentuk setelah kita lahir dan disebabkan oleh HIV atau HumanImmunodeficiency Virus.

AIDS bukan penyakit turunan, oleh sebab itu dapat menulari siapa saja.Virusnya sendiri bernama HIV yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor . Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan. Penyakit ini kadang disebut “infeksi oportunistik”, karena penyakit ini menyerang dengan cara memanfaatkan kesempatan ketika kekebalan tubuh menurun sehingga kanker dan infeksi oportunistik inilah yang dapat menyebabkan kematian.

Biasanya penyakit ini baru muncul dua sampai tiga tahun setelah penderita didiagnosis mengidap AIDS. Orang yang mengidap KS mempunyai kesempatan hidup lebih lama dibandingkan orang yang terkena infeksi oportunistik. Akan tetapi belum ada seorang pun yang diketahui benar-benar sembuh dari AIDS. Seseorang yang telah terinfeksi HIV belum tentu terlihat sakit. Secara fisik dia akan sama dengan orang yang tidak terinfeksi HIV. Apakah seseorang sudah tertular HIV atau tidak hanya bisa diketahui melalui tes darah. Oleh karena itu 90% dari pengidap AIDS tidak menyadari bahwa mereka telah tertular virus AIDS, yaitu HIV karena masa inkubasi penyakit ini termasuk lama dan itulah sebabnya mengapa penyakit ini sangat cepat tertular dari satu orang ke orang lain. Masa inkubasi adalah periode atau masa dari saat penyebab penyakit masuk ke dalam tubuh (saat penularan) sampai timbulnya penyakit.

2.2. Sejarah Singkat Ditemukannya HIV/AIDS

Virus HIV dikenal secara terpisah oleh para peneliti di Institut Pasteur Perancis  pada tahun 1983 dan NIH yaitu sebuah institut kesehatan nasional di Amerika Serikat pada tahun 1984.Meskipun tim dari Institute Pasteur Perancis yang dipimpin oleh Dr. Luc Montagnie, yang pertama kali mengumumkan penemuan ini di awal tahun 1983 namun penghargaan untuk penemuan virus ini tetap diberikan kepada para peneliti baik yang berasal dari Perancis maupun Amerika. Peneliti Perancis memberi nama virus ini LAV atau Lymphadenopathy Associated Virus. Tim dari Amerika yang dipimpin Dr. Robert Gallo menyebut virus ini HTLV-3 atau Human T-cell Lymphotropic Virustype-3.

Kemudian Komite Internasional untuk Taksonomi Virus memutuskan untuk menetapkan nama Human Immunodeficiency Virus (HIV) sebagai nama yang dikenal sampai sekarang. Maka para peneliti tersebut juga sepakat untuk menggunakan istilah HIV. Sesuai dengan namanya, virus ini “memakan” imunitas tubuh.

AIDS pertama kali dilaporkan pada tanggal 5 Juni 1981, ketika Centers for Disease Control and Prevention Amerika Serikat mencatat adanya Pneumonia pneumosistis (sekarang masih diklasifikasikan sebagai PCP tetapi diketahui disebabkan oleh Pneumocystis jirovecii) pada lima laki-laki homoseksual di Los Angeles.

Dua spesies HIV yang diketahui menginfeksi manusia adalah HIV-1 dan HIV-2. HIV-1 lebih mematikan dan lebih mudah masuk ke dalam tubuh. HIV-1 adalah sumber dari mayoritas infeksi HIV di dunia, sementara HIV-2 sulit dimasukan dan kebanyakan berada di Afrika Barat. Baik HIV-1 dan HIV-2 berasal dari primata. Asal HIV-1 berasal dari simpanse Pan troglodytes troglodytes yang ditemukan di Kamerun selatan. HIV-2 berasal dari Sooty Mangabey (Cercocebus atys), monyet dari Guinea Bissau, Gabon, dan Kamerun.

Banyak ahli berpendapat bahwa HIV masuk ke dalam tubuh manusia akibat kontak dengan primata lainnya, contohnya selama berburu atau pemotongan daging. Teori yang lebih kontroversial yang dikenal dengan nama hipotesis OPV AIDS, menyatakan bahwa epidemik AIDS dimulai pada akhir tahun 1950-an di Kongo Belgia sebagai akibat dari penelitian Hilary Koprowski terhadap vaksin polio. Namun demikian, komunitas ilmiah umumnya berpendapat bahwa skenario tersebut tidak didukung oleh bukti-bukti yang ada.

2.3. Penyebab HIV/AIDS

Penyebab timbulnya penyakit AIDS belum dapat dijelaskan sepenuhnya. Tidak semua orang yang terinfeksi virus HIV ini terjangkit penyakit AIDS menunjukkan gejala. Ada beberapa faktor-faktor lain yang berperan di sini diantaranya penggunaan alkohol dan obat bius, kurang gizi, tingkat stress yang tinggi dan adanya penyakit lain terutama penyakit yang ditularkan lewat alat kelamin.

Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa HIV secara terus menerus memperlemah sistem kekebalan tubuh dengan cara menyerang dan menghancurkan kelompok-kelompok sel-sel darah putih tertentu yaitu sel T-helper. Normalnya sel T-helper ini (juga disebut sel T4) memainkan suatu peranan penting pada pencegahan infeksi. Ketika terjadi infeksi, sel-sel ini akan berkembang dengan cepat, memberi tanda pada bagian system kekebalan tubuh yang lain bahwa telah terjadi infeksi. Hasilnya, tubuh memproduksi antibody yang menyerang dan menghancurkan bakteri-bakteri dan virus-virus yang berbahaya. Selain mengerahkan sistem kekebalan tubuh untuk memerangi infeksi, sel T-helper juga memberi tanda bagi sekelompok sel-sel darah putih lainnya yang disebut sel T-suppressor atau T8, ketika tiba saatnya bagi sistem kekebalan tubuh untuk menghentikan serangannya. Biasanya kita memiliki lebih banyak sel-sel T-helper dalam darah daripada sel-sel T-suppressor.

Dan ketika sistem kekebalan sedang bekerja dengan baik, perbandingannya kira-kira 2:1. Jika orang menderita penyakit AIDS, perbandingan ini kebalikannya, yaitu sel-sel T-suppressor melebihi jumlah sel-sel T-helper. Akibatnya,penderita AIDS tidak hanya mempunyai lebih sedikit sel-sel penolong yaitu sel T-helper untuk mencegah infeksi, tetapi juga terdapat sel-sel penyerang yang menyerbu sel-sel penolong yang sedang bekerja.

Selain mengetahui bahwa virus HIV membunuh sel-sel T-helper, kita juga perlu tahu bahwa tidak seperti virus-virus yang lain, virus HIV ini mengubah struktur sel yang diserangnya. Virus ini menyerang dengan cara menggabungkan kode genetiknya dengan bahan genetik sel yang menularinya. Hasilnya, sel yang ditulari berubah menjadi pabrik pengasil virus HIV yang dilepaskan ke dalam aliran darah dan dapat menulari sel-sel T-helper yang lain. Proses ini akan terjadi berulang-ulang. Virus yang bekerja seperti ini disebut retrovirus.

Bila HIV telah membunuh sel T-CD4+ (T-helper )  hingga jumlahnya menyusut hingga kurang dari 200 per mikroliter (µL) darah, maka kekebalan di tingkat sel akan hilang, dan akibatnya ialah kondisi yang disebut AIDS. Infeksi akut HIV akan berlanjut menjadi infeksi laten klinis, kemudian timbul gejala infeksi HIV awal, dan akhirnya AIDS, yang diidentifikasi dengan memeriksa jumlah sel T-CD4+ di dalam darah serta adanya infeksi tertentu.

Tanpa terapi antiretrovirus, rata-rata lamanya perkembangan infeksi HIV menjadi AIDS ialah 9-10 tahun, dan rata-rata waktu hidup setelah mengalami AIDS hanya sekitar 9,2 bulan. Namun demikian, laju perkembangan penyakit ini pada setiap orang sangat bervariasi, yaitu dari dua minggu sampai 20 tahun. Banyak faktor yang memengaruhinya, diantaranya ialah kekuatan tubuh untuk bertahan melawan HIV (seperti fungsi kekebalan tubuh) dari orang yang terinfeksi. Orang tua umumnya memiliki kekebalan yang lebih lemah daripada orang yang lebih muda, sehingga lebih berisiko mengalami perkembangan penyakit yang pesat. Akses yang kurang terhadap perawatan kesehatan dan adanya infeksi lainnya seperti tuberkulosis, juga dapat mempercepat perkembangan penyakit ini. Warisan genetik orang yang terinfeksi juga memainkan peran penting. Sejumlah orang kebal secara alami terhadap beberapa varian HIV. HIV memiliki beberapa variasi genetik dan berbagai bentuk yang berbeda, yang akan menyebabkan laju perkembangan penyakit klinis yang berbeda-beda pula. Terapi antiretrovirus yang sangat aktif akan dapat memperpanjang rata-rata waktu berkembangannya AIDS, serta rata-rata waktu kemampuan penderita bertahan hidup.

HIV tidak hanya menyerang sistem kekebalan tubuh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa virus ini juga merusak otak dan sistem saraf pusat. Otopsi yang dilakukan pada otak pengidap AIDS yang telah meniggal mengungkapkan bahwa virus ini juga menyebabkan hilangnya banyak sekali jaringan otak. Pada waktu yang bersamaan,peneliti lain telah berusaha untuk mengisolasi HIV dengan cairan cerebrospinal dari orang yang tidak menunjukkan gejala-gejala terjangkit AIDS. Penemuan ini benar-benar membuat risau. Sementara para peneliti masih berpikir bahwa HIV hanya menyerang sistem kekebalan, semua orang yang terinfeksi virus ini tetapi tidak menunjukkan gejala terjangkit AIDS atau penyakit yang berhubungan dengan HIV dapat dianggap bisa terbebas dari kerusakan jaringan otak.

Saat ini hal yang cukup mengerikan adalah bahwa mereka yang telah terinfeksi virus HIV pada akhirnya mungkin menderita kerusakan otak dan sistem saraf pusat.

2.4. Penularan HIV/AIDS

HIV hidup dicairan tubuh seperti darah, semen dan cairan dari orang yang terinfeksi HIV. HIV tidak terdapat dalam urine, faeces, muntahan. HIV tidak dapat menembus kulit utuh.

Virus HIV tidak menular  melalui keringat, air liur , makanan, flu/influenza, berpelukan, makan dengan perabot yang sama, bersalaman, mandi bersama, digigit nyamuk, memakai toilet bersama, berhubungan seks dengan menggunakan kondom yang baik, ciuman, senggolan, pelukan dan kegiatan sehari-hari lainnya.

Virus menjadi tersebar bila cairan-cairan tubuh tersebut masuk ke tubuh orang lain. HIV bisa tersebar dengan cara :

1)      Hubungan seksual yang tidak aman dengan orang yang terinfeksi virus.

Penularan (transmisi) HIV secara seksual terjadi ketika ada kontak antara sekresi cairan vagina atau cairan preseminal seseorang dengan rektum, alat kelamin, atau membran mukosa mulut pasangannya (ML). Hubungan seksual reseptif tanpa kondom/pelindung lebih beresiko daripada hubungan seksual insertif dengan memakai kondom/pelindung, dan resiko hubungan seks anal lebih besar daripada resiko hubungan seks biasa dan seks oral. Seks oral tidak berarti tak beresiko karena HIV dapat masuk melalui seks oral reseptif maupun insertif.

Kekerasan seksual secara umum meningkatkan resiko penularan HIV karena pelindung/kondom umumnya tidak digunakan dan sering terjadi trauma fisik terhadap rongga vagina yang memudahkan transmisi HIV.

Penyakit menular seksual meningkatkan resiko penularan HIV karena dapat menyebabkan gangguan pertahanan jaringan epitel normal akibat adanya borok alat kelamin, dan juga karena adanya penumpukan sel yang terinfeksi HIV (limfosit dan makrofag) pada semen dan sekresi vaginal.

Penelitian epidemiologis dari Afrika Sub-Sahara, Eropa, dan Amerika Utara menunjukkan bahwa terdapat sekitar empat kali lebih besar resiko terinfeksi AIDS akibat adanya borok alat kelamin seperti yang disebabkan oleh sifilis dan/atau chancroid. Resiko tersebut juga meningkat secara nyata, walaupun lebih kecil, oleh adanya penyakit menular seksual seperti kencing nanah, infeksi chlamydia, dan trikomoniasis yang menyebabkan pengumpulan lokal limfosit dan makrofag.

Penularan HIV bergantung pada tingkat kemudahan penularan dari pengidap dan kerentanan pasangan seksual yang belum terinfeksi. Kemudahan penularan bervariasi pada berbagai tahap penyakit ini dan tidak konstan antarorang. Beban virus plasma yang tidak dapat dideteksi tidak selalu berarti bahwa beban virus kecil pada air mani atau sekresi alat kelamin. Setiap 10 kali penambahan jumlah RNA HIV plasma darah sebanding dengan 81% peningkatan laju transmisi HIV.

Wanita lebih rentan terhadap infeksi HIV-1 karena perubahan hormon, ekologi serta fisiologi mikroba vaginal, dan kerentanan yang lebih besar terhadap penyakit  seksual. Orang yang terinfeksi dengan HIV masih dapat terinfeksi jenis virus lain yang lebih mematikan.

2)      Kontaminasi patogen melalui darah.

Jalur penularan ini terutama berhubungan dengan pengguna obat suntik, penderita hemofilia, dan resipien transfusi darah dan produk darah. Berbagi dan menggunakan kembali jarum suntik (syringe) yang mengandung darah yang terkontaminasi oleh organisme biologis penyebab penyakit (patogen), tidak hanya merupakan risiko utama atas infeksi HIV, tetapi juga hepatitis B dan hepatitis C.

Berbagi penggunaan jarum suntik merupakan penyebab sepertiga dari semua infeksi baru HIV dan 50% infeksi hepatitis C di Amerika Utara, Republik Rakyat Cina, dan Eropa Timur. Resiko terinfeksi dengan HIV dari satu tusukan dengan jarum yang digunakan orang yang terinfeksi HIV diduga sekitar 1:150. Post-exposure prophylaxis dengan obat anti-HIV dapat lebih jauh mengurangi risiko itu. Pekerja fasilitas kesehatan (perawat, pekerja laboratorium, dokter, dan lain-lain) juga dikhawatirkan walaupun lebih jarang.

Jalur penularan ini dapat juga terjadi pada orang yang memberi dan menerima rajah dan tindik tubuh. Kewaspadaan universal sering kali tidak dipatuhi baik di Afrika Sub Sahara maupun Asia karena sedikitnya sumber daya dan pelatihan yang tidak mencukupi. WHO memperkirakan 2,5% dari semua infeksi HIV di Afrika Sub Sahara ditransmisikan melalui suntikan pada fasilitas kesehatan yang tidak aman. Oleh sebab itu, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, didukung oleh opini medis umum dalam masalah ini, mendorong negara-negara di dunia menerapkan kewaspadaan universal untuk mencegah penularan HIV melalui fasilitas kesehatan.

Resiko penularan HIV pada penerima transfusi darah sangat kecil di negara maju. Di negara maju, pemilihan donor bertambah baik dan pengamatan HIV dilakukan. Namun demikian, menurut WHO, mayoritas populasi dunia tidak memiliki akses terhadap darah yang aman dan “antara 5% dan 10% infeksi HIV dunia terjadi melalui transfusi darah yang terinfeksi”.

3)      Penularan masa prenatal.

HIV dapat ditularkan dari ibu ke bayinya dengan tiga cara yaitu di dalam uterus (lewat plasenta), sewaktu persalinan dan melalui air susu ibu. Pada bayi yang menyusui kira-kira separuhnya transmisi terjadi sewaktu sekitar persalinan, sepertiganya melalui menyusui ibu dan sebagian kecil di dalam uterus. Bayi terinfeksi yang tidak disusui ibunya, kira-kira dua pertiga dari transmisi terjadi sewaktu atau dekat dengan persalinan dan sepertiganya di dalam uterus.

  •  Kehamilan

Kehamilan bisa berbahaya bagi wanita dengan HIV atau AIDS selama persalinan dan melahirkan. Ibu sering akan mengalami masalah-masalah sebagai berikut :

1)      Keguguran

2)      Demam, infeksi dan kesehatan menurun.

3)      Infeksi serius setelah melahirkan, yang sukar untuk di rawat dan mungkin mengancam jiwa ibu.

  •  Melahirkan

Setelah melahirkan cucilah alat genitalia 2 kali sehari dengan sabun dan air bersih sehingga terlindungi dari infeksi.

  •  Menyusui

Menyusui meningkatkan risiko penularan sebesar 4%. Infeksi HIV kadang-kadang ditularkan ke bayi melalui air susu ibu (ASI). Saat ini belum diketahui dengan pasti frekuensi kejadian seperti ini atau mengapa hanya terjadi pada beberapa bayi tertentu tetapi tidak pada bayi yang lain. Di ASI terdapat lebih banyak virus HIV pada ibu-ibu yang baru saja terkena infeksi dan ibu-ibu yang telah memperlihatkan tanda-tanda penyakit AIDS.
Setelah 6 bulan, sewaktu bayi menjadi lebih kuat dan besar, bahaya diare dan infeksi menjadi lebih baik. ASI dapat diganti dengan susu lain dan memberikan makanan tambahan. Dengan cara ini bayi akan mendapat manfaat ASI dengan resiko lebih kecil untuk terkena HIV.

2.5. Gejala-Gejala Pengidap Penyakit HIV/AIDS

Sebenarnya tidak ada tanda-tanda khusus yang bisa menandai apakah seseorang telah tertular HIV, karena keberadaan virus HIV sendiri membutuhkan waktu yang cukup panjang (5-10 tahun hingga mencapai masa yang disebut fullblown AIDS). Namun ada beberapa gejala-gejala yang patut dicurigai sebagai gejala HIV/AIDS.

  •  Dicurigai AIDS pada orang dewasa

Bila ada paling sedikit dua gejala mayor dan satu gejala minor dan tidak ada sebab-sebab imunosupresi yang lain seperti kanker,malnutrisi berat atau pemakaian kortikosteroid yang lama.

1)      Gejala Mayor (umum terjadi)  meliputi :

a)      Penurunan berat badan lebih dari 10%

b)      Diare kronik lebih dari 1 bulan

c)      Demam lebih dari 1 bulan

d)     Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis

e)      Demensia/HIV ensefalopati

2)      Gejala Minor (tidak umum terjadi) meliputi :

1)      Batuk lebih dari satu bulan

2)      Dermatitis preuritik umum

3)      Adanya herpes zostermultisegmental dan herpes zoster berulang

4)      Kandidias orofaring

5)      Limfadenopati generalisata

6)      Herpes simplek diseminata yang kronik progresif

7)      Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita

8)      Retinitis virus sitomegalo

  •  Dicurigai AIDS pada anak

Bila terdapat paling sedikit dua gejala mayor dan dua gejala minor, dan tidak terdapat sebab – sebab imunosupresi yang lain seperti kanker, malnutrisi berat, pemakaian kortikosteroid yang lama atau etiologi lain.

1)      Gejala Mayor meliputi :

a)      Penurunan berat badan atau pertmbuhan yang lambat dan abnormal

b)      Diare kronik lebih dari 1 bulan

c)      Demam lebih dari1 bulan

2)      Gejala Minor meliputi :

a)      Limfadenopati generalisata

b)      Kandidiasis oro-faring

c)      Infeksi umum yang berulang

d)     Batuk parsisten

e)      Dermatitis

Berbagai gejala AIDS umumnya tidak akan terjadi pada orang-orang yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang baik. Kebanyakan kondisi tersebut akibat infeksi oleh bakteri, virus, fungi dan parasit, yang biasanya dikendalikan oleh unsur-unsur sistem kekebalan tubuh yang dirusak HIV.Infeksi oportunistik umum didapati pada penderita AIDS HIV mempengaruhi hampir semua organ tubuh. Penderita AIDS juga berisiko lebih besar menderita kanker seperti sarkoma kaposi, kanker leher rahim, dan kanker sistem kekebalan yang disebut limfoma.

Adanya HIV di dalam darah bisa terjadi tanpa seseorang menunjukan gejala penyakit tertentu dan ini disebut masa HIV positif. Ada beberapa tahapan ketika mulai terinfeksi virus HIV sampai timbul gejala AIDS.

I.       Tahap 1 ( Periode Jendela )

  • HIV masuk ke dalam tubuh, sampai terbentuknya antibody terhadap HIV dalam darah.
  • Tidak ada tanda-tanda khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa sehat.
  • Test HIV belum bisa mendeteksi keberadaan virus ini.
  • Pada tahap ini umumnya berkisar 2 minggu – 6 bulan

II.       Tahap 2

  • HIV Positif (tanpa gejala) rata-rata selama 5-10 tahun.
  • HIV berkembang biak dalam tubuh.
  • Tidak ada tanda-tanda khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa sehat.
  • Test HIV sudah dapat mendeteksi status HIV seseorang, karena telah terbentuk antibody terhadap HIV.
  • Umumnya tetap tampak sehat selama 5-10 tahun, tergantung daya tahan tubuhnya (rata-rata 8 tahun , di negara berkembang lebih pendek).

III.      Tahap 3

  • HIV Positif (muncul gejala) .
  • Sistem kekebalan tubuh semakin turun.
  • Mulai muncul gejala infeksi oportunistik, misalnya: pembengkakan kelenjar limfa di seluruh tubuh, diare terus menerus, flu, dll.
  • Umumnya berlangsung selama lebih dari 1 bulan, tergantung daya tahan tubuhnya.

IV.      Tahap 4 ( AIDS )

  • Kondisi sistem kekebalan tubuh sangat lemah.
  • Berbagai penyakit lain (infeksi oportunistik) semakin parah.

2.6. Penanganan HIV/AIDS

Sampai saat ini tidak ada vaksin atau obat untuk HIV atau AIDS. Metode satu-satunya yang diketahui untuk pencegahan didasarkan pada penghindaran kontak dengan virus atau, jika gagal, perawatan antiretrovirus secara langsung setelah kontak dengan virus secara signifikan, disebut post-exposure prophylaxis (PEP). PEP memiliki jadwal empat minggu takaran yang menuntut banyak waktu. PEP juga memiliki efek samping yang tidak menyenangkan seperti diare, tidak enak badan, mual, dan lelah.

  • Terapi antivirus

Penanganan infeksi HIV terkini adalah terapi antiretrovirus yang sangat aktif (highly active antiretroviral therapy, disingkat HAART). Terapi ini telah sangat bermanfaat bagi orang-orang yang terinfeksi HIV sejak tahun 1996, yaitu setelah ditemukannya HAART yang menggunakan protease inhibitor. Pilihan terbaik HAART saat ini, berupa kombinasi dari setidaknya tiga obat ( disebut koktail ) yang terdiri dari paling sedikit dua macam ( atau kelas ) bahan antiretrovirus. Kombinasi yang umum digunakan adalah nucleoside analogue reverse transcriptase inhibitor (atau NRTI) dengan protease inhibitor, atau dengan non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI). Karena penyakit HIV lebih cepat perkembangannya pada anak-anak daripada pada orang dewasa, maka rekomendasi perawatannya pun lebih agresif untuk anak-anak daripada untuk orang dewasa. Di negara-negara berkembang yang menyediakan perawatan HAART, seorang dokter akan mempertimbangkan kuantitas beban virus, kecepatan berkurangnya CD4, serta kesiapan mental pasien, saat memilih waktu memulai perawatan awal.

Perawatan HAART memungkinkan stabilnya gejala dan viremia (banyaknya jumlah virus dalam darah) pada pasien, tetapi ia tidak menyembuhkannya dari HIV ataupun menghilangkan gejalanya. HIV-1 dalam tingkat yang tinggi sering resisten terhadap HAART dan gejalanya kembali setelah perawatan dihentikan. Lagi pula, dibutuhkan waktu lebih dari seumur hidup seseorang untuk membersihkan infeksi HIV dengan menggunakan HAART. Meskipun demikian, banyak pengidap HIV mengalami perbaikan yang hebat pada kesehatan umum dan kualitas hidup mereka, sehingga terjadi adanya penurunan drastis atas tingkat kesakitan (morbiditas) dan tingkat kematian (mortalitas) karena HIV.

Tanpa perawatan HAART, berubahnya infeksi HIV menjadi AIDS terjadi dengan kecepatan rata-rata (median) antara sembilan sampai sepuluh tahun, dan selanjutnya waktu bertahan setelah terjangkit AIDS hanyalah 9.2 bulan. Penerapan HAART dianggap meningkatkan waktu bertahan pasien selama 4 sampai 12 tahun. Bagi beberapa pasien lainnya, yang jumlahnya mungkin lebih dari lima puluh persen, perawatan HAART memberikan hasil jauh dari optimal. Hal ini karena adanya efek samping/dampak pengobatan tidak bisa ditolerir, terapi antiretrovirus sebelumnya yang tidak efektif, dan infeksi HIV tertentu yang resisten obat.

Ketidaktaatan dan ketidakteraturan dalam menerapkan terapi antiretrovirus adalah alasan utama mengapa kebanyakan individu gagal memperoleh manfaat dari penerapan HAART. Terdapat bermacam-macam alasan atas sikap tidak taat dan tidak teratur untuk penerapan HAART tersebut. Isyu-isyu psikososial yang utama ialah kurangnya akses atas fasilitas kesehatan, kurangnya dukungan sosial, penyakit kejiwaan, serta penyalahgunaan obat. Perawatan HAART juga kompleks, karena adanya beragam kombinasi jumlah pil, frekuensi dosis, pembatasan makan, dan lain-lain yang harus dijalankan secara rutin. Berbagai efek samping yang juga menimbulkan keengganan untuk teratur dalam penerapan HAART, antara lain lipodistrofi, dislipidaemia, penolakan insulin, peningkatan risiko sistem kardiovaskular, dan kelainan bawaan pada bayi yang dilahirkan.

Obat anti-retrovirus berharga mahal, dan mayoritas individu terinfeksi di dunia tidaklah memiliki akses terhadap pengobatan dan perawatan untuk HIV dan AIDS tersebut.

  • Penanganan eksperimental dan saran

Telah terdapat pendapat bahwa hanya vaksin lah yang sesuai untuk menahan epidemik global (pandemik) karena biaya vaksin lebih murah dari biaya pengobatan lainnya, sehingga negara-negara berkembang mampu mengadakannya dan pasien tidak membutuhkan perawatan harian. Namun setelah lebih dari 20 tahun penelitian, HIV-1 tetap merupakan target yang sulit bagi vaksin.

Beragam penelitian untuk meningkatkan perawatan termasuk usaha mengurangi efek samping obat, penyederhanaan kombinasi obat-obatan untuk memudahkan pemakaian, dan penentuan urutan kombinasi pengobatan terbaik untuk menghadapi adanya resistensi obat. Beberapa penelitian menunjukan bahwa langkah-langkah pencegahan infeksi oportunistik dapat menjadi bermanfaat ketika menangani pasien dengan infeksi HIV atau AIDS. Vaksinasi atas hepatitis A dan B disarankan untuk pasien yang belum terinfeksi virus ini dan dalam berisiko terinfeksi. Pasien yang mengalami penekanan daya tahan tubuh yang besar juga disarankan mendapatkan terapi pencegahan (propilaktik) untuk pneumonia pneumosistis, demikian juga pasien toksoplasmosis dan kriptokokus meningitis yang akan banyak pula mendapatkan manfaat dari terapi propilaktik tersebut.

  • Pengobatan alternatif

Berbagai bentuk pengobatan alternatif digunakan untuk menangani gejala atau mengubah arah perkembangan penyakit. Akupunktur telah digunakan untuk mengatasi beberapa gejala, misalnya kelainan syaraf tepi (peripheral neuropathy) seperti kaki kram, kesemutan atau nyeri, namun tidak menyembuhkan infeksi HIV. Tes-tes uji acak klinis terhadap efek obat-obatan jamu menunjukkan bahwa tidak terdapat bukti bahwa tanaman-tanaman obat tersebut memiliki dampak pada perkembangan penyakit ini, tetapi malah kemungkinan memberi beragam efek samping negatif yang serius.

Beberapa data memperlihatkan bahwa suplemen multivitamin dan mineral kemungkinan mengurangi perkembangan penyakit HIV pada orang dewasa, meskipun tidak ada bukti yang menyakinkan bahwa tingkat kematian (mortalitas) akan berkurang pada orang-orang yang memiliki status nutrisi yang baik. Suplemen vitamin A pada anak-anak kemungkinan juga memiliki beberapa manfaat. Pemakaian selenium dengan dosis rutin harian dapat menurunkan beban tekanan virus HIV melalui terjadinya peningkatan pada jumlah CD4. Selenium dapat digunakan sebagai terapi pendamping terhadap berbagai penanganan antivirus yang standar, tetapi tidak dapat digunakan sendiri untuk menurunkan mortalitas dan morbiditas.

Penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa terapi pengobatan alternatif memiliki hanya sedikit efek terhadap mortalitas dan morbiditas penyakit ini, namun dapat meningkatkan kualitas hidup individu yang mengidap AIDS. Manfaat-manfaat psikologis dari beragam terapi alternatif tersebut sesungguhnya adalah manfaat paling penting dari pemakaiannya.

Namun oleh penelitian yang mengungkapkan adanya simtoma hipotiroksinemia pada penderita AIDS yang terjangkit virus HIV-1, beberapa pakar menyarankan terapi dengan asupan hormon tiroksin. Hormon tiroksin dikenal dapat meningkatkan laju metabolisme basal sel eukariota dan memperbaiki gradien pH pada mitokondria.

2.7. Pencegahan HIV/AIDS

Bagi yang belum terinfeksi, sampai detik ini belum ada vaksin yang sanggup mencegah atau mengobati HIV/AIDS. Namun bukanlah sesuatu yang mustahil untuk melakukan pencegahan HIV terhadap diri sendiri dan orang lain. Oleh karena itu, pemahaman terhadap proses penularan merupakan kunci dari pencegahannya. Disini disarankan beberapa tindakan-tindakan untuk mencegah penularan HIV AIDS jika anda belum terinfeksi HIV AIDS diantaranya :

  • Pahami HIV AIDS dan ajarkan pada orang lain. Memahami HIV AIDS dan bagaimana virus ini ditularkan merupakan dasar untuk melakukan tindakan pencegahan.
  • Ketahui status HIV AIDS patner seks anda. Berhubungan seks dengan sembarang orang menjadikan pelaku seks bebas ini sangat riskan terinfeksi HIV, oleh karena itu mengetahui status HIV AIDS patner seks sangatlah penting.
  • Gunakan jarum suntik yang baru dan steril. Penyebaran paling cepat HIV AIDS adalah melalui penggunaan jarum suntik secara bergantian dengan orang yang memiliki status HIV positif, penularan melalui jarum suntik sering terjadi pada IDU ( injection drug user ).
  • Gunakan Kondom Berkualitas. Selain membuat ejakulasi lebih lambat, penggunaan kondom saat berhubungan seks cukup efektif mencegah penularan HIV AIDS melalui seks.
  • Lakukan sirkumsisi / khitan. Banyak penelitian pada tahun 2006 oleh National Institutesof Health (NIH) menunjukkan bahwa pria yang melakukan khitan memiliki resiko 53 % lebih kecil daripada mereka yang tidak melakukan sirkumsisi.
  • Lakukan tes HIV secara berkala. Jika anda tergolong orang dengan resiko tinggi,sebaiknya melakukan tes HIV secara teratur, minimal 1 tahun sekali.

 

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

HIV ( Human Immuno deficiency Virus ) adalah virus yang menyerang dan merusak sel kekebalan tubuh manusia sehingga tubuh kehilangan daya tahan dan mudah terserang berbagai penyakit antara lain TBC, diare, sakit kulit, dll. Kumpulan gejala penyakit yang menyerang tubuh kita itulah yang disebut AIDS ( Acquired Immune Deficiency Syndrome ). AIDS bukan penyakit turunan, oleh sebab itu dapat menulari siapa saja.

Virus HIV dikenal secara terpisah oleh para peneliti di Institut Pasteur Perancis  pada tahun 1983 dan NIH yaitu sebuah institut kesehatan nasional di Amerika Serikat pada tahun 1984. Sedangkan, AIDS pertama kali dilaporkan pada tanggal 5 Juni 1981. HIV secara terus menerus memperlemah sistem kekebalan tubuh dengan cara menyerang dan menghancurkan kelompok-kelompok sel-sel darah putih tertentu yaitu sel T-helper ( disebut juga T4 atau T-CD4+ ).

HIV hidup dicairan tubuh seperti darah, semen dan cairan dari orang yang terinfeksi HIV. HIV tidak terdapat dalam urine, faeces, muntahan. HIV tidak dapat menembus kulit utuh. Virus HIV tidak menular  melalui keringat, air liur , makanan, flu/influenza, berpelukan, dan kegiatan sehari-hari lainnya. Biasanya penderita AIDS memiliki gejala infeksi sistemik seperti demam,berkeringat (terutama pada malam hari), pembengkakan kelenjar, kedinginan, merasa lemah, serta penurunan berat badan.

Sampai saat ini tidak ada vaksin atau obat untuk HIV atau AIDS. Namun ada beberapa pengobatan yang disarankan, seperti terapi antivirus, penanganan eksperimental dan saran, serta pengobatan alternative. Bagi anda yang belum terjangkit virus mematikan ini sangat diharapkan untuk melakukan pencegahan sedini mungkin, seperti memahami bahaya HIV/AIDS dan ajarkan pada orang lain, jauhi seks bebas, gunakan jarum suntik yang steril, lakukan tes HIV minimal 1x setahun, serta selalu mendekatkan diri kepada Tuhan.

3.2. Saran-Saran

Agar kita semua terhindar dari AIDS, maka kita harus berhati-hati dalam bergaul. Jauhi seks bebas dan berhati-hati dalam memilih pasangan hidup, jangan sampai kita menikah dengan pasangan yang mengidap HIV/AIDS, karena selain dapat menular kepada diri kita sendiri juga dapat menular kepada janin dalam kandungan kita. Kita juga harus berhati-hati dalam pemakaian jarum suntik secara bergantian dan tranfusi darah dengan darah yang sudah terpapar HIV. Selain itu, jangan lupa berdoa dan selalu mendekatkan diri kepada Tuhan agar selalu dilindungi dari hal-hal yang tidak kita inginkan.

Daftar Pustaka

http://blog.umy.ac.id/zains/2010/12/12/foto-foto-pengidap-hiv-aids
http://cosista.com
http://ichsanx.blogspot.com
http://id.wikipedia.org/wiki/AIDS
http://webgila.com
http://www.google.com

2 respons untuk ‘[ Makalah ] Pengaruh HIV/AIDS Terhadap Sistem Kekebalan Tubuh Manusia

  1. mr.xin berkata:

    saya ingin membuat aplikasi sistem pakar, mendiagnosa penyakit HIV/AIDS, menggunakan VISUAL BASIC 6.0 kira” yambung gk ya ?

jangan lupa beri komentar kawan ..