- Pada masa Orde Lama dan Orde Baru, ada begitu banyak penyimpangan konstitusi. Adapun bentuk – bentuk penyimpangan UUD 1945 pada masa Orde Lama, misalnya :
- Kekuasaan presiden dijalankan secara sewenang – wenang. Hal ini terjadi karena kekuasaan MPR, DPR, dan DPA yang pada waktu itu belum dibentuk dilaksanakan oleh presiden.
- MPRS menetapkan presiden menjadi presiden seumur hidup melalui Ketetapan MPRS Nomor III/MPRS/1963. Hal ini tidak sesuai dengan ketentuan mengenai masa jabatan presiden
- Pimpinan MPRS dan DPR diberi status sebagai menteri . Dengan demikian, MPR dan DPR berada di bawah presiden
- Pimpinan MA diberi status sebagai menteri, ini merupakan penyelewengan terhdap prinsip bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka
- Presiden membuat penetapan yang isinya semestinya diatur dengan undang – undang (yang harus dibuat bersama DPR). Dengan demikian, presiden melampaui kewenangannya
- Pembentukan lembaga Negara yang tidak diatur dalam konstitusi, yaitu Front Nasional
- Presiden membubarkan DPR, padahal menurut konstitusi, Presiden tidak bisa membubarkan DPR
- Konsepsi Pancasila berubah menjadi Konsepsi Nasakom.
- Presiden membubarkan DPR hasil Pemilu 1955, dan membentuk DPRGR
- Presiden membentuk MPRS, dan seluruh anggota MPRS diangkat dan diberhentikan oleh presiden.
- Kaburnya politik luar negeri yang bebas aktif menjadi “politik poros-porosan” (mengakibatkan indonesia keluar dari PBB)
- DPR hasil pemilu 1955 dibubarkan presiden karena menolak RAPBN
- Hak budget DPR tidak brjalan lagi setelah tahun 1960
- Lembaga – lembaga Negara tidak berfungsi dengan baik.
- Bentuk – bentuk penyimpangan UUD 1945 pada masa Orde Baru meliputi :
- Terjadi pemusatan kekuasaan di tangan presiden, sehingga pemerintahan dijalankan secara otoriter
- Berbagai lembaga kenegaraan tidak berfungsi sebagaimana mestinya, hanya melayani keinginan pemerintah (presiden)
- Pemilu dilaksanakan secara tidak demokratis, pemilu hanya menjadi sarana untuk mengukuhkan kekuasaan presiden, sehingga presiden terus menerus dipilih kembali
- Terjadi monopol penafsiran Pancasila. Pancasila ditafsirkan sesuai keinginan pemerintah untuk membenarkan tindakan – tindakannya.
- Pembatasan hak hak politik rakyat, seperti hak berserikat, berkumpul, dan berpendapat
- Pemerintah campur tangan terhadap kekuasaan kehakiman, sehingga kekuasaan kehakiman tidak merdeka
- Pembentukan lembaga lembaga yang tidak terdapat dalam konstitusi, yaitu Kopkamtib yang kemudian menjadi Bakorstanas
- Terjadi korupsi, kolusi, dan nepotisme yang luar biasa parahnya sehingga merusak segala aspek kehidupan, dan berakibat pada terjadinya krisis multidimensi.