Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Bermasyarakat, Berbangsa, dan Bernegara [ singkat ]


A.    Pengertian Paradigma

pancasilaAwalnya istilah Paradigma berkembang dalam dunia ilmu pengetahuan terutama yang kaitannya dengan filsafat ilmu pengetahuan.Tokoh yang mengembangkan istilah tersebut dalam dunia ilmu pengetahuan adalah Thomas S. Khun dalam bukunya yang berjudul The Structure of Scientific Revolution (1970:49).Inti sari paradigma adalah suatu asumsi-asumsi dasar dan asumsi teoritis yang umum dan dijadikan sumber hukum, metode serta penerapan dalam ilmu pengetahuan sehingga sangat menentukan sifat, ciri dan karakter ilmu pengetahuan itu sendiri.

Dengan adanya kajian paradigma ilmu pengetahuan sosial kemudian dikembangkanlah metode baru yang berdasar pada hakikat dan sifat paradigma ilmu, yaitu manusia yang disebut metode kualitatif. Kemudian berkembanglah istilah ilmiah tersebut dalam bidang manusia serta ilmu pengetahuan lain misalnya politik, hukum, ekonomi, budaya, serta bidang-bidang lainya. Dalam kehidupan sehari-hari paradigma berkembang menjadi terminologi yang mengandung arti sebagai sumber nilai, kerangka pikir, orientasi dasar, sumber asas, tolak ukur, parameter serta arah dan tujuan dari suatu perkembangan, perubahan, dan proses dalam bidang tertentu termasuk bidang pembangunan, reformasi, maupun pendidikan. Dengan demikian paradigma menempati posisi dan fungsi yang strategis dalam proses kegiatan. Perencanaan, pelaksanaan dan hasil- hasilnya dapat diukur dengan paradigma tertentu yang diyakini kebenaranya.

B. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan

Pembangunan Nasional dilaksanakan dalam rangka mencapai masyarakat adil dan makmur. Pembangunan nasional merupakan perwujudan nyata dalam meningkatkan harkat dan martabat manusia indonesia sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan dan tujuan negara yang tercantum dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945 dengan rincian sebagai berikut:

  • Tujuan negara hukum formal, adalah melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia.
  • Tujuan negara hukum material dalam hal ini merupakan tujuan khusus atau nasional, adalah memajukan kesejahteraan umum,dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
  • Tujuan Internasional, adalah ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Yang perwujudanya terletak pada tatanan pergaulan masyarakat internasional.

Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional mengandung suatu konsekuensi bahwa dalam segala aspek pembangunan nasional kita harus berdasar pada hakikat nilai sila-sila Pancasila yang didasari oleh ontologis manusia sebagai subjek pendukung pokok negara. Dalam mewujudkan tujuan negara melalui pembangunan nasional yang merupakan tujuan seluruh warganya maka dikembalikanlah pada dasar hakikat manusia “monopluralis” yang unsurnya meliputi : kodrat manusia yaitu rokhani (jiwa) dan raga, sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, dan kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk TuhanYME.

Sebagai upaya meningkatkan harkat dan martabat manusia maka pembangunan nasional harus meliputi aspek jiwa, seperti akal, rasa dan kehendak, raga (jasmani), pribadi, sosial dan aspek ketuhanan yang terkristalisasi dalam nilai-nilai pancasila. Selanjutnya dijabarkan dalam berbagai bidang pembangunan antara lain politik, ekonomi, hukum, pendidikan, sosial budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta bidang kehidupan agama.

1. Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Iptek

Pengembangan dan penguasaan iptek menjadi sangat penting, manakala dikaitkan dengan kehidupan global yang ditandai dengan persaingan.Namun demikian pengembangan iptek bukan semata-mata untuk mengejar kemajuan meterial melainkan harus memperlihatkan aspek-aspek spiritual. Artinya, pengembangan iptek harus diarahkan untuk mencapai kebahagiaan lahir dan batin. Dengan pemikiran diatas dapat kita ketahui adanya tujuan essensial daripada iptek, yaitu demi kesejahteraan umat manusia, sehingga pada hakikatnya iptek itu tidak bebas nilai, melainkan terikat oleh nilai.

Pancasila merupakan satu kesatuan dari sila silanya harus merupakan sumber nilai, kerangka pikir serta asas moralitas bagi pembangunan iptek.Sebagai bangsa yang memiliki pandangan hidup pancasila, maka tidak berlebihan apabila pengembangan iptek harus didasarkan atas paradigma pancasila.

Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, mengkomplementasikan ilmu pengetahuan, mencipta, perimbangan antara rasional dan irasional, antara akal, rasa dan kehendak. Sila ini menempatkan manusia di alam semesta bukan merupakan pusatnya melainkan sebagai bagian yang sistematik dari alam yang diolahnya (T. Jacob, 1986), dapat disimpulkan berdasarkan sila ini iptek selalu mempertimbangkan dari apa yang ditemukan, dibuktikan, dan diciptakan, adakah kerugian bagi manusia.

Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab, menekankan bahwa iptek haruslah bersifat beradab dan bermoral, sehingga terwujud hakikat tujuan iptek yaitu, demi kesejahteraan umat manusia.Bukan untuk kesombongan dan keserakahan manusia melainkan harus diabdikan demi peningkatan harkat dan martabat manusia.

Sila Persatuan Indonesia, memberikan kesadaran kepada bangsa indonesia bahwa rasa nasionalime bangsa indonesia akibat dari adanya kemajuan iptek, dengan iptek persatuan dan kesatuan bangsa dapat terwujud dan terpelihara, persaudaraan dan persahabatan antar daerah diberbagai daerah terjalin karena tidak lepas dari faktor kemajuan iptek. Oleh sebab itu iptek harus dikembangkan untuk memperkuat rasa persatuan dan kesatuan bangsa dan selanjutnya dapat dikembangkan dalam hubungan manusia indonesia dengan masyarakat internasional.

Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, mendasari pengembangan iptek secara demokratis.Disini ilmuwan tidak hanya ditempatkan untuk memiliki kebebasan dalam pengembangan iptek, namun juga harus ada saling menghormati dan menghargai kebebasan orang lain dan bersikap terbuka untuk menerima kritikan, atau dikaji ulang dan menerima perbandingan dengan penemuan teori lainya.

Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia, iptek didasarkan pada keseimbangan keadilan dalam kehidupan kemanusiaan, yaitu keseimbangan keadilan dalam hubunganya dengan dirinya sendiri, manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia lain, manusia dengan masyarakat bangsa dan negara, serta manusia dengan alam lingkunganya (T. Jacob, 1986).

Jadi dapat disimpulkan bahwa sila-sila pancasila harus merupakan sumber nilai, kerangka pikir serta basis moralitas bagi pengembangan iptek.

2. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Poleksosbudhankam

Dalam bidang kenegaraan, penjabaran pembangunan dituangkan dalam GBHN yang dirinci dalam bidang-bidang operasional serta target pencapainya, bidang tersebut meliputi poleksosbud hankam.Dalam mewujudkan tujuan seluruh warga harus kembali berdasar pada hakikat manusia yaitu monopluralis.Maka hakikat manusia merupakan sumber nilai bagi pengembangan poleksosbud hankam, guna membangun martabat manusia itu sendiri.

  • Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Bidang Politik

Politik sangat berperan penting dalam peningkatan harkat dan martabat manusia, karena sistem politik negara harus berdasarkan hak dasar kemanusiaan, atau yang lebih dikenal dengan hak asasi manusia.Sehingga sistem politik negara pancasila mampu memberikan dasar-dasar moral, diharapakan supaya para elit politik dan penyelenggaranya memiliki budi pekerti yang luhur, dan berpegang pada cita-cita moral rakyat yang luhur. Sebagai warga negara indonesia manusia harus ditempatkan sebagai subjek atau pelaku politik, bukan sekedar objek politik yang diharapkan kekuasaan tertinggi ada pada rakyat. Kekuasaan adalah dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Karena Pancasila sebagai paradigma dalam berpolitik, maka sistem politik di indonesia berasaskan demokrasi, bukan otoriter.

Berdasar pada hal diatas, pengembangan politik di indonesia harus berlandaskan atas moral ketuhanan, moral kemanusiaan, moral persatuan, moral kerakyatan, dan moral keadilan, apabila pelaku politik baik warga negara maupun penyelenggaranya berkembang atas dasar moral tersebut maka akan menghasilkan perilaku politik yang santun dan bermoral yang baik.

  • Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Ekonomi

Sesuai dengan Paradigma Pancasila dalam pembangunan ekonomi, maka sistem dan pembangunan ekonomi berpijak pada nilai moral daripada pancasila.Secara khusus, sistem ekonomi harus mendasarkan pada moralitas ketuhanan, dan kemanusiaan.

Ekonomi yang humanistik mendasarkan pada tujuan demi menyejahterakan rakyat luas, yang tidak hanya mengejar pertumbuhan saja melainkan demi kemanusiaan dan kesejahteraan seluruh bangsa.Tujuan ekonomi adalah memenuhi kebutuhan manusia, agar manusia menjadi lebih sejahtera, oleh sebab itu kita harus menghindarkan diri dari persaingan bebas, monopoli dan yang lainnya yang berakibat pada penderitaan manusia dan penindasan atas manusia satu dengan lainnya.

  • Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Sosial Budaya

Pancasila pada hakikatnya bersifat humanistik karena memang Pancasila berdasar pada hakikat dan kedudukan kodrat manusia itu sendiri.Hal ini sebagaimana tertuang dalam sila “Kemanusiaan yang adil dan beradab”, yang diharapkan menghasilkan manusia yang berbudaya dan beradab.

Dalam rangka melakukan reformasi disegala bidang, hendaknya Indonesia berdasar pada sistem nilai yang sesuai dengan nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh bangsa indonesia itu sendiri yaitu nilai pancasila yang merupakan sumber normatif bagi peningkatan humanisasi khususnya dalam bidang sosial budaya. Sebagai kerangka kesadaran pancasila dapat merupakan dorongan untuk :

1)      Universalisasi, yaitu melepaskan simbol-simbol dari keterkaitan struktur.

2)      Transendentalisasi, yaitu meningkatkan derajat kemerdekaan manusia dan kebebasan spiritual (Koentowijoyo,1986)

Dengan demikian proses humanisasi universal akan dehumanisasi serta aktualisasi nilai hanya demi kepentingan kelompok sosial tertentu yang diharapkan mampu menciptakan sistem sosial budaya yang beradab.

Berdasar sila Persatuan Indonesia pembangunan sosial budaya dikembangkan atas dasar penghargaan terhadap nilai sosial dan budaya-budaya yang beragam di seluruh wilayah nusantara menuju pada tercapainya rasa persatuan sebagai bangsa. Pengakuan serta penghargaan terhadap budaya dan kehidupan sosial berbagai kelompok bangsa sangat diperlukan sehingga mereka merasa dihargai dan diterima sebagai warga bangsa, dengan demikian pembangunan sosial budaya tidak akan menciptakan kesenjangan, kecemburuan, diskriminasi, dan ketidakadilan sosial.

  • Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Hankam

Dasar-dasar kemanusiaan yang beradab merupakan basis moralitas pertahanan dan keamanan negara.Maka dari itu pertahanan dan keamanan negara harus mendasarkan pada tujuan demi terjaminya harkat dan martabat manusia, terutama secara rinci terjaminya hak-hak asasi manusia. Dengan adanya tujuan tersebut maka pertahanan dan keamanan negara harus dikembangkan berdasarkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, guna mencapai tujuan yaitu demi tercapainya kesejahteraan hidup manusia sebagai makhluk Tuhan YME (Sila II), pertahanan dan keamanan juga harus mendasarkan pada tujuan demi kepentingan warga sebagai warga negara (Sila III), pertahanan dan keamanan harus mampu menjamin hak-hak dasar, persamaan derajat serta kebebasan kemanusiaan (Sila IV) dan akhirnya pertahanan dan keamanan haruslah diperuntukkan demi terwujudnya keadilan keadilan dalam hidup masyarakat atau terwujudnya suatu keadilan sosial, dan diharapkan negara benar-benar meletakkan pada fungsi yang sebenarnya sebagai negara hukum dan bukannya suatu negara yang berdasarkan atas kekuasaan sehingga mengakibatkan suatu pelanggaran terhadap hak asasi manusia.

3. Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Kehidupan Beragama

Tidak dapat dipungkiri bahwa bangsa Indonesia mengalami adanya suatu kemunduran, yaitu kehidupan beragama yang tidak berkemanusiaan.hal ini dapat kita lihat adanya suatu kenyataan banyak terjadinya konflik sosial pada masalah-masalah SARA, terutama pada masalah agama, sebagai contoh tragedi di Ambon.

Awal mula tragedi di Ambon adalah 19 Januari 1999 dimana pertikaian antara dua kelompok di terminal Batumerah di pusat kota Ambon, pertikaian itu dalam waktu singkat berhasil membentuk dua kelompok yaitu kelompok Batumerah dan Mardika. Pertikaian itu secara mengejutkan menjadi meluas, tanpa bisa dibendung.Bahkan pada hari kedua pertikaian mulai membawa unsur agama.Dalam waktu empat hari pertikaian itu menewaskan 22 orang, yang mengejutkan adalah aparat keamanan seperti terlambat dalam menanggulanginya.Baru pada hari keempat Komandan Kodam Trikora Maluku memerintahkan untuk menembak para perusuh.Jelas perintah itu datang terlambat bahkan terkesan setengah hati. Korban sudah berjatuhan dan lebih lagi suasana marah dan dendam sudah menyebar ke daerah lain seperti Pulau Seram, Haruku, Saparua dan Manima. Salah satu yang mendukung menyebarnya konflik Ambon adalah para pengungsi yang ikut menyebarkan rumor bahwa konflik akan segera menyebar. Ketakutan langsung merajalela, apalagi aparat negara gagal memberikan rasa aman kepada penduduk kota Ambon pada waktu itu.

Tapi satu hal yang membuat heran, masyarakat Ambon yang sudah terbiasa hidup dengan kerukunan beragama dalam adat istiadat Pela-Gandong kenapa begitu mudah disulut oleh pertikaian?Tetapi perlulah dipahami bahwa konflik Ambon tidak lahir dari faktor tunggal saja.Konflik Ambon memuncak pada era pemerintahan Gus Dur.Pengaruh asing juga ikut terlibat, dalam kesaksiannya di depan Komisi Amerika International untuk Kebebasan Beragama, Pendeta Jonh A. Titaley mengatakan bahwa konflik Maluku adalah usaha untuk mengusir Umat Kristen dari Indonesia. (JH.Meuleman 2002).Pernyataan itu membawa konflik Maluku ke dalam poros Kristen Internasional.Mustahil untuk merumuskan satu penyebab tunggal konflik Ambon, cara yang paling ideal untuk melihat konflik Ambon adalah dengan memandangnya tidak disebabka oleh faktor tunggal. Konflik itu multidimensi sangat kompleks dan menyimpan sebuah keunikannya sendiri dalam sejarah. Dalam kasus ini, yang terlihat adalah semakin melemahnya toleransi dalam kehidupan beragama sehingga menyimpang dari asas kemanusiaan yang adil dan beradab.

Pancasila telah memberikan dasar-dasar nilai yang fundamental bagi umat bangsa untuk dapat hidup secara damai dalam kehidupan beragama di negara Indonesia tercinta ini. Negara menegaskan bahwa, Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa, atas dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, hal ini berarti bahwa kehidupan dalam negara berdasar pada nilai-nilai ketuhanan, dengan memberikan kebebasan atas kehidupan beragama atau dengan menjamin atas demokrasi dibidang agama. Setiap agama memiliki dasar-dasar ajaran yang sesuai dengan keyakinan masing-masing dengan mendasarkan pergaulan kehidupan dalam beragama atas nilai-nilai kemanusiaan yang beradab dan berdasar bahwa pemeluk agama adalah bagian dari umat manusia di dunia.Maka sudah seharusnya negara Indonesia mengembangkan kehidupan beragama ke arah terciptanya kehidupan bersama yang penuh toleransi, saling menghargai berdasar pada nilai kemanusiaan yang beradab.

C. Pancasila sebagai Paradigma Reformasi

Saat ini Indonesia tengah berada pada era reformasi yang telah diperjuangkan sejak tahun 1998.Ketika gerakan reformasi melanda Indonesia maka seluruh tatanan kehidupan dan praktik politik pada era Orde Baru banyak mengalami keruntuhan.Bangsa Indonesia ingin menata kembali (reform) tatanan kehidupan yang berdaulat, aman, adil, dan sejahtera.Namun dalam mencapai terwujudnya reformasi bangsa Indonesia harus mengalami berbagia dampak, baik dampak sosial, politik, ekonomi, terutama kemanusiaan.Berbagai gerakan bermunculan yang disertai dengan akibat tragedi kemanusiaan, yang banyak menelan korban terlebih rakyat kecil yang tidak berdosa yang mendambakan adanya kehidupan penuh kedamaian ketentraman serta kesejahteraan.

Banyak sekali tragedi yang melanda bangsa Indonesia akibat dari pergolakan reformasi, seperti peristiwa amuk masa di Jakarta dan sekitarnya pada tanggal 12-15 Mei 1998 lalu, yang menyisakan segudang pertanyaan besar.Yang pasti, kerusuhan itu menelan banyak korban, baik harta benda maupun jiwa. Tidak tanggung-tanggung, tercatat lebih dari 1.000 orang yang umumnya hangus di tengah pertokoan yang dijarah dan dibakar massa. Kerusuhan terjadi setelah empat mahasiswa Trisakti tewas ditembak ketika memperjuangkan reformasi, 12 Juni 1998. Aksi mahasiswa itu sendiri didasarkan pada tuntutan hati nurani rakyat.Berpedoman kepada gerakan dan reformasi damai.Situasi Jakarta tiba-tiba saja berubah brutal dan tak terkendali tanggal 12-15 Mei.Secara khusus suasana mencekam di Jakarta sangat terasa pada tanggal 13 dan 14 Mei.

Penjarahan dan pembakaran terjadi di mana-mana. Hampir seluruh langit DKI Jakarta penuh dengan kepulan asap hasil pembakaran toko dan plaza-plaza. Suatu aksi brutal massa yang tentunya tidak muncul dari tangan gerakan reformis mahasiswa yang selalu berpegang teguh kepada sikap damai. Tanpa perusakan apalagi pembakaran. Belum lagi belakangan terungkap, amuk massa dan tindakan brutal itu juga disertai dengan aksi pemerkosaan terhadap wanita-wanita keturunan, yang menambah ruwet dan biadabnya insiden yang memang berhasil menumbangkan pemerintahan lama.

Semua itu jelas menimbulkan berbagai pertanyaan, khususnya mengenai pola perusakan atau aksi brutal yang tampaknya berlangsung dengan pola yang sama. Pertanyaan yang semestinya menjadi tanggung jawab aparat keamanan untuk menjawabnya lewat suatu penyelidikan agar kasus serupa yang nyata-nyata berdampak merugikan masyarakat luas, tidak terjadi lagi sekalipun untuk tujuan reformasi atau perubahan. Singkat kata, kerusuhan yang pasti meninggalkan trauma mendalam di hati masyarakat itu, bak noda hitam dalam sejarah bangsa.Noda yang tidak mungkin terhapus di tengah napas reformasi.

Namun demikian ada satu yang tersisa dari keterpurukan bangsa Indonesia, yaitu keyakinan akan nilai yang dimilikinya, yaitu nilai yang berakar dari pandangan hidup bangsa indonesia yaitu nilai-nilai Pancasila. Jadi reformasi yang dilakukan bangsa Indonesia adalah menata kehidupan bangsa dan negara dalam suatu sistem negara dibawah nilai-nilai Pancasila, bukan menghancurkan dan membubarkan bangsa dan negara Indonesia.Oleh karena itu Pancasila sangat tepat sebagai paradigma, acuan, kerangka dan tolak ukur gerakan reformasi di Indonesia.

1.       Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi Hukum

Dalam proses réformasi sudah seharusnya dilakukan adanya perubahan terhadap perundang-undangan. Hal ini berdasar pada adanya kenyataan setelah peristiwa 21 Mei 1998 saat runtuhnya kekuasaan orde baru, salah satu subsistem yang dampaknya sangat parah adalah dibidang hukum. Subsistem hukum tidak mampu menjadi pelindung bagi kepentingan masyarakat dan cenderung bersifat imperatif bagi penyelenggara pemerintah.Jadi untuk melakukan adanya reformasi harus memiliki dasar, landasan serta sumber nilai yang terkandung dalam pancasila yang merupakan dasar cita-cita reformasi.

 2.      Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Politik

Landasan aksiologi (sumber nilai) bagi sistem politik Indonesia adalah sebagaimana terkandung dalam Deklarasi Bangsa Indonesia yaitu pembukaan UUD 1945 alinea IV yang berbunyi “…..maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Nilai demokrasi politik yang terkandung dalam Pancasila merupakan fondasi bangunan negara yang dikehendaki oleh para pendiri negara kita dalam kenyataanya tidak dilaksanakan berdasarkan suasana kerokhanian berdasarkan nilai-nilai tersebut, dan pada realisasinya baik pada masa Orde Lama maupun Orde Baru negara lebih mengarah pada praktek otoritarianisme yang mengarah pada porsi kekuasaan yang terbesar kepada presiden.Nilai demokrasi politik tersebut secara normatif terjabar dalam pasal-pasal UUD 1945 yaitu pasal 1 ayat 2, pasal 2 ayat 2, pasal 5 ayat 1, dan pasal 6 ayat 2.

 3.      Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Ekonomi

Kebijaksanaan ekonomi yang selama ini diterapkan hanya mendasarkan pada pertumbuhan dan mengabaikan prinsip nilai kesejahteraan bersama seluruh bangsa, dalam kenyataannya hanya menyentuh kesejahteraan sekelompok kecil orang bahkan penguasa dan pada kenyataannya tidak mampu bertahan. Justru sektor ekonomi yang mampu bertahan pada masa krisis dewasa ini adalah ekonomi kerakyatan, yaitu ekonomi yang berbasis pada usaha rakyat.

Langkah strategis dalam upaya melakukan reformasi ekonomi yang berbasis pada ekonomi rakyat yang berdasarkan Pancasila dan mengutamakan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia yaitu :

a)      Keamanan pangan dan mengembalikan kepercayan, yaitu dilakukan dengan program “social safety net”yang popular dengan program Jaring Pengaman Sosial(JPS). Sementara untuk mengembalikan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah, maka Pemerintah harus secara konsisten menghapuskan KKN, serta mengadili bagi oknum Pemerintah masa ordebaru yang melakukan pelanggaran. Hal ini akan memberikan kepercayaan dan kepastian usaha.

b)      Program rehabilitasi dan pemulihan ekonomi.Upaya ini dilakukan denganmenciptakan kondisi kepastian usaha, yaitu dengan diwujudkanperlindungan hokum serta undang-undang persaingan yang sehat. Untuk itu pembenahan dan penyehatan dalam sector perbankan menjadi prioritasutama, karena Perbankan merupakan jantung perekonomian.

c)      Transformasi struktur, yaitu guna memperkuat ekonomi rakyat maka perludiciptakan system untuk mendorong percepatan perubahan structural(structural transformation). Transformasi struktural ini meliputi prosesperubahan dari ekonomi tradisional ke ekonomi modern, dari ekonomilemah ke ekonomi yang tangguh, dari ekonomi subsistem ke ekonomipasar, dari ketergantungan kepada kemandirian, dari orientasi dalamnegeri keorientasi ekspor. Dengan sendirinya intervensi birokratpemerintahan yang ikut dalam proses ekonomi Melalui monopoli demikepentingan pribadi harus segera diakhiri. Dengan system ekonomi yangmendasarkan nilai pada upaya terwujudnya kesejahteraan seluruh bangsamaka peningkatan kesejahteraan akan dirasakan oleh sebagian besarrakyat, sehingga dapat mengurangi kesenjangan ekonomi.

D.  Aktualisasi Pancasila

Aktualisasi Pancasila dapat dibedakan atas dua macam yaitu aktualisasi obyektif dan subyektif. Aktualisasi Pancasila obyektif yaitu aktualisasi Pancasila dalam berbagai bidang kehidupan kenegaraan yang meliputi kelembagaan negara antara lain legislatif, eksekutif maupun yudikatif. Selain itu juga meliputi bidang-bidang aktualisasi lainnya seperti politik, ekonomi, hukum terutama dalam penjabaran ke dalam undang-undang, GBHN, pertahanan keamanan, pendidikan maupun bidang kenegaraan lainnya. Adapun aktualisasi Pancasila subyektif adalah aktualisasi Pancasila pada setiap individu terutama dalam aspek moral dalam kaitannya dengan hidup negara dan masyarakat. Aktualisasi yang subyektif tersebut tidak terkecuali baik warga negara biasa, aparat penyelenggara negara, penguasa negara, terutama kalangan elit politik dalam kegiatan politik perlu mawas diri agar memiliki moral Ketuhanan dan Kemanusiaan sebagaimana terkandung dalam Pancasila.

E. Tridharma Perguruan Tinggi

Pendidikan Tinggi sebagai institusi dalam masyarakat bukanlah merupakan menara gading yang jauh dari kepentingan masyarakat melainkan senantiasa mengemban dan mengabdi kepada masyarakat. Menurut PP No. 60 Tahun 1999, perguruan tinggi memiliki tiga tugas pokok yang disebut Tridharma Perguruan Tinggi, yang meliputi :

1) Pendidikan Tinggi

Lembaga pendidikan tinggi memiliki tugas melaksanakan pendidikan untuk menyiapkan, membentuk dan menghasilkan sumber daya yang berkualitas. Tugas pendidikan tinggi adalah :

  • Menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan atau memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian.
  • Mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional. Pengembangan ilmu di perguruan tinggi bukanlah value free (bebas nilai), melainkan senantiasa terikat nilai yaitu nilai ketuhahan dan kemanusiaan. Oleh karena itu pendidikan tinggi haruslah menghasilkan ilmuwan, intelektual serta pakar yang bermoral ketuhanan yang mengabdi pada kemanusiaan.

2) Penelitian

Penelitian adalah suatu kegiatan telaah yang taat kaidah, bersifat obyektif dalam upaya untuk menemukan kebenaran dan menyelesaikan masalah dalam ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian. Dalam suatu kegiatan penelitian seluruh unsur dalam penelitian senantiasa mendasarkan pada suatu paradigma tertentu, baik permasalahan, hipotesis, landasan teori maupun metode yang dikembangkannya. Dalam khasanah ilmu pengetahuan terdapat berbagai macam bidang ilmu pengetahuan yang masing-masing memiliki karakteristik sendiri-sendiri, karena paradigma yang berbeda. Bahkan dalam suatu bidang ilmu terutama ilmu sosial, antropologi dan politik terdapat beberapa pendekatan dengan paradigma yang berbeda, misalnya pendekatan kualitatif dan pendekatan kuantitatif. Dasar-dasar nilai dalam Pancasila menjiwai moral peneliti sehingga suatu penelitian harus bersifat obyektif dan ilmiah. Seorang peneliti harus berpegangan pada moral kejujuran yang bersumber pada ketuhanan dan kemanusiaan. Suatu hasil penelitian tidak boleh karena motivasi uang, kekuasaan, ambisi atau bahkan kepentingan primordial tertentu. Selain itu asas manfaat penelitian harus demi kesejahteraan umat manusia, sehingga dengan demikian suatu kegiatan penelitian senantiasa harus diperhitungkan manfaatnya bagi masyarakat luas serta peningkatan harkat dan martabat kemanusiaan.

 3) Pengabdian kepada Masyarakat

Pengabdian kepada masyarakat adalah suatu kegiatan yang memanfaatkan ilmu pengetahuan dalam upaya memberikan sumbangan demi kemajuan masyarakat. Realisasi pengabdian kepada masyarakat dengan sendirinya disesuaikan dengan ciri khas, sifat serta karakteristik bidang ilmu yang dikembangkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan. Aktualisasi pengabdian kepada masyarakat ini pada hakikatnya merupakan suatu aktualisasi pengembangan ilmu pengetahuan demi kesejahteraan umat manusia. Kegiatan pengabdian kepada masyarakat sebenarnya merupakan suatu aktualisasi kegiatan masyarakat ilmiah perguruan tinggi yang dijiwai oleh nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan sebagaimana terkandung dalam Pancasila.

F.  Budaya Akademik

Warga dari suatu perguruan tinggi adalah insan-insan yang memiliki wawasan dan integritas ilmiah. Oleh karena itu masyarakat akademik harus senantiasa mengembangkan budaya ilmiah yang merupakan esensi pokok dari aktivitas perguruan tinggi. Terdapat sejumlah ciri masyarakat ilmiah sebagai budaya akademik sebagai berikut :

  • Kritis, senantiasa mengembangkan sikap ingin tahu segala sesuatu untuk selanjutnya diupayakan jawaban dan pemecahannya melalui suatu kegiatan ilmiah penelitian.
  • Kreatif, senantiasa mengembangkan sikap inovatif, berupaya untuk menemukan sesuatu yang baru dan bermanfaat bagi masyarakat.
  • Obyektif, kegiatan ilmiah yang dilakukan harus benar-benar berdasarkan pada suatu kebenaran ilmiah, bukan karena kekuasaan, uang atau ambisi pribadi.
  • Analitis, suatu kegiatan ilmiah harus dilakukan dengan suatu metode ilmiahyang merupakan suatu prasyarat untuk tercapainya suatu kebenaran ilmiah.
  • Konstruktif, harus benar-benar mampu mewujudkan suatu karya baru yang memberikan asas kemanfaatan bagi masyarakat.
  • Dinamis, ciri ilmiah sebagai budaya akademik harus dikembangkan terus menerus.
  • Dialogis, dalam proses transformasi ilmu pengetahuan dalam masyarakat akademik harus memberikan ruang pada peserta didik untuk mengembangkan diri, melakukan kritik serta mendiskusikannya.
  • Menerima kritik, sebagai suatu konsekuensi suasana dialogis yaitu setiap insan akademik senantiasa bersifat terbuka terhadap kritik.
  • Menghargai prestasi ilmiah/akademik, masyarakat intelektual akademik harus menghargai prestasi akademik, yaitu prestasi dari suatu kegiatan ilmiah.
  • Bebas dari prasangka, budaya akademik harus mengembangkan moralitas ilmiah yaitu harus mendasarkan kebenaran pada suatu kebenaran ilmiah.
  • Menghargai waktu, senantiasa memanfaatkan waktu seefektif dan seefisien mungkin, terutama demi kegiatan ilmiah dan prestasi.
  • Memiliki dan menjunjung tinggi tradisi ilmiah, memiliki karakter ilmiah sebagai inti pokok budaya akademik.
  • Berorientasi ke masa depan, mampu mengantisipasi suatu kegiatan ilmiahke masa depan dengan suatu perhitungan yang cermat, realistis dan rasional.
  • Kesejawatan/kemitraan, memiliki rasa persaudaraan yang kuat untuk mewujudkan suatu kerja sama yang baik. Oleh karena itu budaya akademik senantiasa memegang dan menghargai tradisi almamater sebagai suatu tanggung jawab moral masyarakat intelektual akademik.

G. Kampus sebagai Moral Force Pengembangan Hukum dan HAM

Masyarakat kampus wajib senantiasa bertanggung jawab secara moral atas kebenaran obyektif, tanggung jawab terhadap masyarakat bangsa dan negara, serta mengabdi kepada kesejahteraan kemanusiaan. Oleh karena itu sikap masyarakat kampus tidak boleh tercemar oleh kepentingan politik penguasa sehingga benar-benar luhur dan mulia. Dasar pijak kebenaran masyarakat kampus adalah kebenaran yang bersumber pada ketuhanan dan kemanusiaan.

Indonesia dalam melaksanakan reformasi dewasa ini, agenda yang mendesak untuk diwujudkan adalah reformasi dalam bidang hukum dan peraturan perundang-undangan. Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, oleh karena itu dalam rangka melakukan penataan negara untuk mewujudkan masyarakat yang demokratis maka harus menegakkan supremasi hukum. Agenda reformasi yang pokok segera direalisasikan adalah untuk melakukan reformasi dalam bidang hukum. Konsekuensinya dalam mewujudkan suatu tatanan hukum yang demokratis, maka harus dilakukan pengembangan hukum positif.

Dalam reformasi bidang hukum, bangsa Indonesia telah mewujudkan Undang-undang Hak Asasi Manusia yaitu UU No. 39 Tahun 1999. Sebagaimana terkandung dalam konsideran bahwa yang dimaksud hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugrah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Disamping hak asasi manusia, undang-undang ini juga menentukan Kewajiban Dasar Manusia, yaitu seperangkat kewajiban yang apabila tidak dilaksanakan, tidak memungkinkan terlaksana dan tegaknya hak asasi manusia.

Dalam penegakan hak asasi manusia tersebut mahasiswa sebagai kekuatan moral harus bersifat obyektif dan benar-benar berdasarkan kebenaran moral demi harkat dan martabat manusia, bukan karena kepentingan politik terutama kepentingan kekuatan politik dan konspirasi kekuatan internasional yang ingin menghancurkan negara Indonesia. Perlu disadari bahwa dalam menegakkan hak asasi manusia pelanggaran terhadap hak asasi manusia dapat dilakukan oleh seseorang, kelompok orang termasuk aparat negara, penguasa negara baik disengaja maupun tidak disengaja.

DAFTAR PUSTAKA

http://ahmadsyarifali.wordpress.com/2011/07/14/mengingat-tragedi-ambon/

http://indo982.tripod.com/n0698/n0698_31.html

Kaelan. 2010. Pendidikan Pancasila “ PARADIGMA “. Yogyakarta: Paradigma

Offset

jangan lupa beri komentar kawan ..